MEDAN -  Merespon keluhan pengusaha Tan Andyono dari perusahaan sawit PT Prima Jaya Lestari Utama (PT PJLU), Bank BNI Pusat akhirnya mengeluarkan pernyataan terkait dugaan penggelapan aset yang merupakan jaminan fedusia senilai Rp 60 miliar berupa alat berat dan mesin produksi pabrik kelapa sawit (PKS) atas nama debiturnya di Bank BNI Medan. Tan Andyono selaku pemilik PJLU serta putusan perdata Pengadilan Negeri Medan yang menyatakan lelang 13 aset senilai Rp 40 miliar yang berstatus hak tanggungan debitur melanggar hukum. Lewat Divisi Corporate Secretary BNI, Bank BNI Pusat mengeluarkan pernyataan resmi, Selasa (17/10/2023). Berikut pernyataan resminya:

Berkaitan dengan permasalahan PT Prima Jaya Lestari Utama, dapat kami sampaikan beberapa hal berikut ini:

1. Kami menghormati hak hukum setiap warga negara dan berkomitmen untuk menjalankan prosedur hukum dengan transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

2. Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang selalu menjunjung tinggi penerapan good corporate governance, kami pada prinsipnya beritikad baik dan tunduk pada putusan pengadilan yang telah ditetapkan.

3. Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mencapai solusi yang adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu kami mengajak semua pihak untuk memahami pentingnya menghormati proses hukum yang tengah berlangsung.

4. Kami menegaskan akan tetap berkomitmen untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab kami sebagai lembaga keuangan yang bertanggung jawab.

Demikian, terima kasih

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pengusaha sawit, Tan Andyono mempertanyakan sejumlah aset miliknya berupa alat berat dan mesin produksi pabrik kelapa sawit (PKS) senilai sekitar Rp 60 miliar yang menjadi jaminan fidusia di Bank BNI Medan yang tak jelas keberadaannya.

Hal itu terjadi setelah BNI Medan berhasil melelang 13 aset miliknya, antara lain berupa lahan dan PKS yang berada di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Prapat-Aek Kanopan) Desa Kampung Pajak Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara, yang berstatus hak tanggungan debitur dengan harga Rp 40 miliar.

Lelang dilakukan untuk melunasi utangnya di Bank BNI Medan. Namun meski pihak bank plat merah tersebut mendapatkan dana segar Rp 40 miliar dari hasil lelang, utang Tan Andyono tak kunjung lunas. Ia dinyatakan masih punya tunggakan utang sekitar Rp 33 miliar lagi.

Pasca asetnya dilelang, ia tidak lagi menguasai PKS-nya, karena sudah diambilalih pihak lain sebagai pemenang lelang. Tan Andyono pun tak tahu nasib aset miliknya yang menjadi jaminan fidusia di Bank BNI berupa alat berat dan mesin produksi PKS yang menurut Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen nilai asetnya itu ditaksir Rp 60 miliar.

Pasalnya, kata Tan Andyono, aset yang menjadi objek fidusia itu tidak termasuk bagian aset yang ikut dilelang berdasarkan salinan risalah lelang yang dikeluarkan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Kisaran.*